7 Jul 2016

Pulang dan Mengunyah

Selamat hari raya Idul Fitri 1437 bagi pembaca yang merayakannya!

Hari lebaran ini, saya pulang.  Pulang ke kampung halaman.  Hari-hari sebelumnya hanya tinggal di sana hitungan jam.  Lebaran ini saya tinggal 3 hari 2 malam.

Banyak berubah memang tempat asal saya.  Lebih panas, macet dan penghuninya bertambah banyak. Rumah saya kini bukan saja diisi orang tua, namun sudah diisi oleh seorang keponakan. Ia kesana kemari tidak berhenti bergerak. Pertanyaannya pun sama.  Tidak berhenti bertanya mengapa dan mengapa.

Saat lebaran ini, dia marah kepada saya, karena opor ayam buatan ibu saya tidak dihabiskan. Padahal tinggal bagian ceker ayam.  Saya bilang, opor ini tinggal bagian ceker, maka saya tidak habiskan.  "Om, ceker kan ada dagingnya.  Nanti Tuhan marah, kalau tidak dihabiskan," katanya dengan suara yang masih terbata-bata.

Setelah direnungkan perkataan keponakan saya, ternyata saya sadar.  Saya tidak hanya sedang pulang kampung.  Saya juga pulang mendapatkan pelajaran.  Pelajaran untuk lebih ingat, untuk menghargai makanan yang berlimpah di hari raya.  Berapa banyak makanan yang sanggup kita habiskan sekali makan ? Jika tidak banyak, mengapa harus tambah dan tambah lagi ? Bukankah makan untuk memberi kehidupan ? Ataukah makanan tersebut hanya sekedar memberikan rasa puas ?

Pulang pada kesadaran untuk menghabiskan makanan secukupnya lebih indah daripada pulang kampung hanya untuk memuaskan keinginan mata.  Karena makan pun ada tujuannya.  Bukan sekedar mengunyah dan menelan.  Sadarkah kita ?


Sumber gambar (source) : http://smartdetoxeasy.com/wp-content/uploads/2014/10/junk-food-pola-makan.jpg



1 Jul 2016

Teman Datang dan Pergi

Lama tidak berkunjung another hope. Another hope bercerita soal manusia.  Saya bertaruh, cerita soal manusia tidak akan pernah habis selama bumi masih dihuni manusia.  

Awalnya dibuat sebagai terapi menulis dan berkhayal saja, malah sekarang sudah 400-an orang suka. Oleh karenanya, izinkan saya memulai lagi bercerita soal manusia.  Syukur-syukur kalau masih ada yang suka.

Sama seperti hari ini, saya juga memulai untuk kembali bersyukur, setelah sekian lama tidak begitu perduli dengan kebaikan-kebaikan yang sudah disediakan semesta.  Di bulan puasa ini, saya berjumpa teman yang sudah lebih dari 5 tahun tinggal sama-sama di kota ini. Akhir-akhir ini, perjalanan pertemanan kita, memang merenggang. Namun, siapa sangka, buka bersama tadi sore membuat saya kembali merasa dekat.  

Saya merasa (kembali) dekat dengan dia tadi, karena diawali alasan sederhana.  Sama-sama lapar.  Memanjakan lidah, gampangnya.  

Kelamaan, rasa dekat itu bukan lagi  kesamaan antara kami yang sedang lapar, tapi karena kami mengingat perjalanan (lama) yang dilalui bersama.  Suka. Duka.  Tidak terpisahkan satu dengan yang lain.  Membuat saya semakin dekat (lagi).

Baru saja perasaan dekat tersebut muncul, saya kemudian tersadar.  Perasaan dekat tersebut bisa pergi kapan saja semaunya jika tidak dirawat. 

Apakah perasaan dekat tersebut layak dibiarkan saja bertumbuh ataukah mati secara alami? Dapatkah dipaksakan untuk dipelihara?  

Yang jelas, jodoh pertemuan kami selanjutnya masih menjadi rahasia langit.  Apakah diizinkan kami saling merawat taman perasaan ini?  Ataukah cukup dikenang sebagai memori baik.

Mari berbahagia!


(image : https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Seaside_Dinner_at_Cayo_Espanto_Private_Island.jpg)