7 Feb 2011

iDOLa


Ariel masuk bui.  Semua orang, baik yang mengenalnya, maupun tidak, tua, muda menghujat tiada henti pada Ariel.  Palu pun sudah diketuk tiga kali, tanda sang bintang itu sudah secara sah dan meyakinkan membuat video porno bersama pasangannya. 

Walau, kalau boleh jujur, siapa sih yang tidak menonton aksinya di atas ranjang ? Aksinya tersebut sudah tersebar luas.  Awalnya dimulai dari desas-desus, bisik-bisik, kasak-kusuk  untuk mengunduh video tersebut dan akhirnya, sampailah di tangan anda sekarang.  Siapa tahu masih tersimpan rapih di komputer pribadi anda. 

Puas ? Berterima kasih ? Setahu saya tidak.  Sudah mengunduh, mencaci pula.  Wah, tak terbayang siapa sekarang yang menjadi korban ataupun pelaku.  Yang mengunduh atau yang diunduh. 



Orang yang sedang beraksi di video itu katanya pelaku, tapi nyatanya malah telah dikorbankan untuk memuaskan penontonnya.  Korban katanya masyarakat, tapi kok malah asyik masyuk mengunduh.  Menyebarkan pula.  Juga, jangan salah, teman-teman saya menikmatinya ramai-ramai di ruang kubikal sempit kantor.

Sudah mengunduh, menyebarkan, menikmati, menghujat pula.  Seperti pengguna pekerja seks komersial (PSK) yang tanpa merasa bersalah menikmati, namun malah beramai-ramai mengharamkannya.  Persis.  Semua tiada lelah mengomentari perilaku Ariel.  Infotainment sampai ruang berita serius yang biasanya sibuk dengan gonjang ganjing politik, kini dihiasi dengan berita perkelaminan.  Kalau saat itu Ariel bisa digantung, kemungkinan banyak orang yang ramai-ramai menolak jasadnya diterima tanah mereka.  

Apakah benar semua orang mencaci makinya ? Tampaknya saya terlalu menyamaratakan.  Tidak semua.  Ada juga yang masih memberikan puja puji kepadanya.  Siapa mereka ? Ya, benar ! Fans yang mengidolakan sosok Peter Pan Indonesia.  Lihat saja bagaimana mereka menembus barikade penjagaan di pengadilan untuk memberikan kekuatan moril pada Ariel.  Mereka percaya, energi dukungan para fans dapat Ariel  terima dan rasakan saat sidang.



Tunggu!Jangan katakan mereka bodoh.  Kita juga.  Seberapa banyak dari kita adalah penikmat sinetron Indonesia.  Di sana, kita melihat gaya hidup ‘wah’ dengan segudang mimpi di dalamnya.  Belum lagi melihat penindasan orang yang berperan malaikat dan ironisnya dizalami habis-habisan oleh si jahat.  Cengeng dan bikin gemes kalau kita masuk ke dalam ceritanya.  Ceritanya ya itu-itu saja,  Tak lebih.

Kita yang menonton dan memutuskan menikmatinya hanya akan disuguhkan pengulangan ide.  Orang baik akan ditindas lalu diiringi tawa kejam dari si jahat karena berhasil membuat orang baik merana.  Kata-kata kasar, hidup bermewah-mewahan, mode pakaian yang tidak sesuai dengan budaya kita, dan lainnya.  Tentu tidak semua begitu.  Namun, kalau dari 10 hanya ada 1 atau 2 yang beres.  Apa hal itu tidak akan mempengaruhi sikap dan perilaku penontonnya ?  

Ya, memang, kita kadang bingung sendiri melihat tingkah laku idola kita.  Bisa ya kita mengidolakan sesuatu yang kalau dipikir lagi dengan nalar, mereka itu tidak lebih baik dari guru ngaji kita.  Itulah idola.  Itulah fans. Fans selalu membenarkan apa yang dilakukan idola. 

Ini soal rasa, Bung! Bukan soal logika.  Kalau hati sudah terberi, yang lain mengikut saja.  Lirik lagu “Tak Ada Logika dari Agnes Monika” tampaknya menggambarkan hal itu :
Cinta ini kadang-kadang tak ada logika.
Bersih smua hasrat dalam hati.
Ku hanya ingin dapat memiliki.
Dirimu hanya untuk sesaat   

Walau sudah kepincut benar mengidolakan sesuatu atau seseorang juga ada batasnya.  Kalau mengidolakan penjahat pajak atau pengusaha lumpur untuk memimpin negeri ini, pikir-pikir saja dahulu.  Pantas tidak.  Pikir itu pelita hati, begitu opungku bilang setiap mengakhiri wejangannya. 


0 comments:

Posting Komentar