23 Mei 2012

Katakan Tidak!

Perasaan datar, tidak bersemangat dan mengantuk mengawali pagi ini.  Kata banyak orang pagi ini cerah yang membuat ibu-ibu semangat, jemuran bajunya cepat kering.  Selain itu, jalanan begitu lengang hari ini.  Seharusnya saya lebih bersemangat.  Apalagi, ketika saya naik angkutan umum, seorang Bapak menyapa saya dan mengajak saya bercanda soal konde penjual jamu yang melorot.  Namun, kesemuanya itu tetap tidak membuat saya semangat.  Lesu.

Ujung pangkalnya, ya, tadi malam.  Walaupun sehabis lembur, kawan mengajak saya bertemu.  "Katakan Tidak!", kata Malaikat di sebelah kanan saya.  "Say, Yes!", kata iblis jahanam.  Awalnya, tentu saya pilih si malaikat.  Seolah mengerti bahwa pilihan saya tidak menguntungkan teman-teman saya, mereka mendesak saya terus-menerus.  Maklum, tambah orang, tambah seru katanya.  "Ayolah, hilangkan penatmu.  Justru kalau sehabis lembur, enaknya happy-happy."  Akhirnya,  saya katakan ya untuk si jahanam.  Itulah yang membuat pagi ini bewarna hitam putih.  Tidak bewarna.  Kecapean.

Menolak sesuatu kadang hal yang sulit untuk dilakukan dibandingkan menerima sesuatu.  Jika menolak malapetaka ya mudah.  Bagaimana kalau menolak rezeki ? Sulit, bukan ? Tak salah, orang tua zaman dulu selalu menasihati saya, "Janganlah kau tolak rezeki, Nak". Lain halnya dengan pak guru Sarjana Pendidikan tadi malam di layar kaca.  Selain sehari-hari mengajar, beliau juga menjadi pemulung untuk menyambung hidupn keluarganya.  Hasil yang didapat dari pemulung lebih besar daripada gajinya menjadi guru.  Lalu, dia bukan menjadi pemulung sesudahnya.  Dia tetap bertahan, "Katakan Tidak untuk pindah profesi!"
 
Andaikata saya menjadi beliau, mungkin saya akan berpikir terus-menerus sampai kerutan di kening makin terlihat, untuk alih profesi.  Wajar saja bukan ? Gaji pemulung jauh lebih tinggi.  Apalagi kalau sepenuh waktu saya lakukan, jangan-jangan saya bisa kredit motor. Bagaimana dengan pak guru?  Pak guru berkata bahwa mengajar ya impian terbesarnya.  Mau digaji, mau tidak.  Terpenting itu, mengajar.  Titik.  

Ada banyak tawaran untuk mengajar di berbagai tempat dengan pendapatan yang jauh lebih besar, namun ia menolaknya.  Katanya, "Nanti anak didik saya tidak bisa menyerap pelajaran karena gurunya juga sudah kehabisan tenaga di tempat lain.  Kalau anak didik saya dapat pengajaran yang asal-asalan, saya berdosa".  teman saya menilai pak guru ini lugu, kalau tidak mau dikatakan bodoh.  Seharusnya ia bisa lebih baik lagi mencari tambahan penghasilan.  Ibarat seperti seorang advokat, saya membela habis-habisan.  Menurut saya, itu bukti dari pengabdiannya.  Itu pilihan yang luar biasa.  Mengerjakan pekerjaan yang dicintainya dengan sepenuh hati.  Dia orang yang paling berbahagia menurut saya.  Bekerja dengan pekerjaan yang ia cintai.  Bekerja bukan sekedar membunuh waktu karena hidup tidak kunjung berakhir.  

"Katakan Tidak!" juga berarti seia sekata antara perkataan dan perbuatan.  Tidak seperti slogan iklan televisi yang pemainnya justru tersandung kasus korupsi.  Susah, ya!

0 comments:

Posting Komentar