22 Mar 2011

GUNAKAN TISSUE SECUKUPNYA

Saya teringat saat mengunjungi kampung nenek di persawahan Jawa sana.  Waktu itu mungkin berumur 7 tahun, SD kelas 1.  Sudah lama, tapi masih ingat yang perlu diingat.  Berkesankah ? Tidak juga.  Putaran film masa lalu itu teringat saja ketika duduk di kloset kantor dan melihat tulisan gunakan tissue secukupnya. 

Di kampung halaman nenek, semua serba alami.  Jaman sekarang, orang kota pasti berkata serba minim, terbatas, kekurangan.  Coba saja dibayangkan.  Di sana tidak ada tempat untuk membuang hajat.  Tidur saja kadang harus berbagi tempat dengan berbagai hewan melata di lantai.  Maklum, kami masih beralaskan bumi.  Rumah ya cukup hanya ditopang oleh patok-patok. 

Justru keadaan yang minim tersebut saya merasa tenang.  Setiap kali pulang kampung, saya malas kembali ke kota.  Setiap kali bersua dengan berbagai keterbatasan tersebut, hati saya malah semakin tertanam erat.  Terbatas, tapi benar-benar cukup.  Merasa sangat berkecukupan tinggal di tempat yang terbatas.  Saya tidak perlu lagi berlomba-lomba mengejar karir, haus pada tabungan berlimpah, jumlah nominal uang yang berderet-deret, pakaian bermerek.  Mana bisa di sana ? Semua saja serba terbatas.  Namun, cukup. 


Di tengah keterbatasan tersebut justru hati saya lapang.  Jiwa saya terbebaskan.  Tidak ada lagi perasaan untuk berlomba-lomba mendapatkan pencapaian yang disebut banyak orang ‘sukses’.  Santai saja.  Orang di sekitar saya saja penuh keterbatasan.  Bagi mereka, dapat menjalani hari lepas hari saja sudah berkah tak terhingga.  

Tidak ada yang saling melihat-lihat nasib orang.  Seperti kita seringkali melihat nasib orang lain lebih baik daripada kita.  Padahal orang lain juga melihat kita sepertinya lebih baik daripada mereka.  Cukup-cukup saja. 

Kita memang harus berjuang dalam hidup.  Berjuang untuk meraih kehidupan yang lebih baik.  Kalau tidak berjuang, memangnya besok mau makan apa, bagaimana kalau sakit, bagaimana untuk menyekolahkan anak, dan segudang himpitan hidup lainnya jika kita melalaikan perjuangan mencari kehidupan yang lebih baik.  Akan tetapi, kadang tetap saja sulit menjadi cukup saat kita sudah berjuang semampu kita.

Segala serba cukup walau tantangan hidup menghimpit, masih bergaji satu digit, sedangkan tetangga sebelah sudah bisa gaji pegawai, bukan lagi digaji.  Segudang kenyataan mendera rasa cukup. 

Kenyataan adalah bagaikan sebuah surat yang ditujukan kepada kita, tetapi kita diamkan begitu saja;.  Surat tersebut tidak dibuka dan tidak dibaca karena kita tidak mau lelah untuk membukanya.  Bisa juga karena bayangannya bakal menyiksa kita.  Begitu menurut Heinrich Böll, seorang sastrawan peraih Nobel yang pernah menjadi saksi hidup Perang Dunia II.

Itulah, kita terbutakan oleh kenyataan.  Sebenarnya, limpahan cahaya matahari pagi, paru-paru yang mengembang karena terisi udara, pangan dan papan yang tersedia adalah bukti kenyataan yang sudah mencukupkan kebutuhan kita.  Saatnya kita membuka ‘surat’ tersebut.  Menyadari apa yang sebenarnya kita alami.  Mulai hari ini.

Gede Prama menulis dalam bukunya, yang menjadi buku favorit saya tahun ini, mengajarkan kita perlu belajar pada pohon kelapa dan pohon pinus.  Pohon kelapa tumbuh di lingkungan panas terik namun tidak pernah sekalipun teriak.  Pinus, tumbuh di dataran tinggi yang seringkali diguyur hujan tidaklah pernah merasa iri dengan pohon kelapa.  Mengapa ? Rasa cukup jawabannya.

Kita malas untuk membuka ‘surat’ kenyataan kita karena rasa khawatir.  Fatamorgana.  Semu.  Kita takut kita tidak cukup.  Kita takut kita kalah dengan standard kehidupan sekitar.  Kita ingin berlomba untuk perlombaan yang sama sekali tidak ada hadiahnya.  Ujungnya mungkin hanya nestapa.  Kita berlari mengejar sesuatu yang hanya membuat kita terikat. 

Gunakan tissue secukupnya.  Anjuran sepele di kakus.  Sederhana, tetapi mengajarkan rasa cukup.  Tissue memang dibutuhkan kita untuk menjaga kebersihan diri. Kalau mau bersih, bisa saja dengan rasa cukup.  Tidak perlu menjadi boros kalau mau bersih.  

1 comments:

Ready mengatakan...

Rasa Cukup itu mahal terkadang bagi kebanyakan orang, ya?

Posting Komentar