25 Apr 2011

Sebutir Telur Shocking Pink dalam Keranjang Sempit

Pada hari Minggu Paskah kemarin, seperti biasa di depan Gereja ada yang menjual bingkisan telur paskah. Sebutir telur asin yang dihias kertas mengkilat ditata dalam sebuah keranjang karton beserta snack anak-anak. Kakakku membelikan sebuah untuk keponakanku yang baru berusia tiga tahun. Dan seperti anak kecil lainnya, keponakanku sangat gembira. Dia tidak perduli bahwa telurnya dihias sangat sederhana dan kurang terlihat cantik di mata orang dewasa sepertiku. Padahal, 20 tahun yang lalu, aku merasakan antusiasme yang sama seperti keponakanku sewaktu orangtuaku membelikan telur paskah untukku.

Begitulah. Tradisi telur hias di hari Paskah turut menemani masa kanak-kanakku. Mulai dari telur cokelat hingga tugas keterampilan dari sekolah untuk menghias telur yang kemudian disumbangkan untuk anak-anak panti asuhan atau kakek-nenek di panti jompo. Di luar makna iman kristiani akan perayaan Paskah, telur paskah begitu melekat dalam benakku, sama melekatnya dengan ikon sinterklas di hari Natal.


Dari semua telur paskah yang kuterima dan yang kuhias, aku tidak akan pernah melupakan sebutir telur rebus yang diwarnai dengan kesumba shocking pink dan diletakkan dalam sebuah keranjang rotan mini yang kesempitan. Telur paskah itu diberikan oleh kakekku (aku memanggil beliau dengan sebutan “engkong”). Waktu itu usiaku sepuluh tahun dan aku baru kelas lima SD. Sebenarnya telur itu diberikan oleh rumah sakit untuk Engkong. Engkong saat itu memang sedang sakit dan dirawat sekian lama di RS Borromeus. Namun, pada hari Minggu Paskah itu kami tidak datang menjenguk Engkong. Orangtuaku baru menjenguk Engkong lagi dua hari kemudian, itu pun aku tidak turut serta. Engkong masih menyimpan telur shocking pink itu lalu menitipkannya pada orangtuaku. Karena telur itu adalah telur ayam, tentu saja kondisinya sudah kurang baik. Aku tidak ingat apakah pada akhirnya telur itu kumakan atau tidak. Namun, aku tidak akan pernah melupakan telur paskah pemberian Engkong.

Engkong meninggal beberapa bulan sebelum Natal di tahun yang sama. Telur shocking pink itu menjadi hadiah terakhir yang beliau berikan untukku. Kepergian Engkong adalah sesuatu yang tidak pernah kuduga. Di usia itu, aku sudah paham bahwa suatu saat setiap manusia akan meninggal. Tapi aku tidak menyangka bahwa Engkong akan meninggal secepat itu. Waktu itu aku selalu berpikir bahwa Engkong akan sembuh. Engkong meninggal di usia 70 tahun. Belum terlalu tua, bukan? Engkong tidak sempat menyaksikan aku menjadi remaja yang menyebalkan, tidak sempat menyaksikan pernikahan cucu-cucunya dan tidak melihat kelahiran cicit-cicitnya. Engkong juga tidak sempat merasakan dampak global warming, musim penghujan berlangsung sepanjang tahun, dan tidak sempat menyaksikan kecanduan orang-orang akan facebook dan Blackberry.

Engkong adalah sosok kakek yang sangat baik dan penuh kasih sayang pada cucu-cucunya. Tapi setahuku, Engkong baik pada semua orang. Dan aku percaya bahwa Engkong pasti masuk surga. Terkadang, aku merindukan Engkong. Namun, betapa pun aku rindu, aku tidak bisa bertemu lagi dengan Engkong. Hingga suatu hari nanti mungkin di atas sana.

Beberapa kali aku sempat berpikir, sayang sekali Engkong tidak sempat melihatku tumbuh dewasa. Jika ada hal yang kusesali, aku menyesal karena tidak memiliki waktu lebih banyak bersama kakek dan nenekku. Dan saat aku menjejak kembali di hari ini, ternyata waktu yang kuluangkan bersama keluargaku pun sudah tersita banyak. Beberapa kali aku mengeluh pada temanku, mengapa waktu berjalan begitu cepat, kita semakin tua dan semakin banyak yang tidak sempat kita kerjakan. Satu-satunya hal yang dapat kita lakukan saat kuantitas waktu semakin sedikit adalah memanfaatkan waktu yang ada seberkualitas mungkin. Hiduplah dengan sebaik mungkin, berbuat baiklah sesering mungkin, dan tunjukkanlah kasih sayangmu pada orang yang kau cintai_pada keluargamu (Aku termasuk tipe orang yang kekeluargaan dan hingga hari ini aku masih senang pergi bersama keluarga).

Sebutir telur berwarna shocking pink dalam keranjang rotan yang kesempitan selalu lekat dalam bayanganku di setiap paskah. Telur itu mengingatkanku untuk selalu mendoakan orangtuaku, keluargaku, agar mereka selalu sehat dan tentu saja nanti dapat turut membesarkan anak-anakku dengan penuh kasih sayang seperti Engkong yang menyayangi aku dan orangtuaku yang menyanyangi keponakanku. Telur ini juga mengingatkanku betapa berharganya waktu dan betapa sia-sianya bila kita menghabiskan waktu untuk hal-hal yang negatif. Hiduplah dengan penuh syukur, hiduplah dengan penuh kasih sayang, hiduplah dengan penuh semangat berbagi. Jalanilah hidup dengan baik sekalipun kondisi dunia saat ini sudah tidak baik.

Selamat Paskah 2011. Damai beserta kita sekalian. Praise The Mighty Lord!


XOXO,

3 comments:

Unknown mengatakan...

Telur melambangkan adanya kehidupan. Melalui telur paskah kita diingatkan bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk memulai hidup yang baru

Ready mengatakan...

menarik dan selalu menarik. membandingkan sejarah dan masa kini selalu membangkitkan kenangan, dan itu menyenangkan.
Happy Easter too miss marchaela

Anonim mengatakan...

Hey, I like this post! Nice posting, Marchaela! Agree with u about the good utilization of quality time. And it reminds me also of my moments with my beloved grandpa :) (already in heaven). Peace :D

Posting Komentar