5 Jun 2011

Road to ZaonHe

Terang matahari dari timur menghantam mata yang setengah sadar. Sekalipun diluar begitu cerah, awan putih menari dengan flamboyan di biru laut-nya langit. Sesekali di kejauhan terlihat burung berterbangan, entah mencari mangsa atau sekedar cari angin. Sayangnya, aku sedang dalam posisi yang tidak memiliki waktu senggang untuk mengamati atau meneliti unggas liar itu. Aku hanyalah manusia yang sedang berada diperut unggas besi yang meraung.

Kantuk sudah menjalar, akibat empat jam penundaan penerbangan, kabin pesawat kelas ekonomi pun terasa lebih dari cukup untuk membawa diri kealam mimpi. Nona pramugari seksi dengan rok mini yang hilir mudik tak membuatku berminat untuk membuka mata. Terlalu letih dan rasanya, tidur adalah yang terbaik.


Sesekali dalam mimpi, aku memikirkan banyak hal, terlalu banyak hal mungkin, pertama karena kepergiaanku ini diam-diam, kedua karena ibuku yang sedang sakit, dan karena kepergianku meninggalkan gadis yang kusuka, Kayin... Aku pergi untuk Passion, sesuatu yang mutlak dikejar manusia abad 21. Hei! Bagaimanapun aku bukan orang jaman batu, Setiap buku bisnis saat ini, seluruhnya menuliskan bahwa passion adalah hal yang sangat penting, terlalu penting untuk disia-siakan dalam hidup yang singkat ini.


"Be, kita sudah sampai!", rekanku Bang Sabturi membangunkanku. Kami pun turun bersama penumpang lain.

Aku menapaki kaki, kakiku menapak pada tanah ZaonHe, dan saat ini aku berada di ZaonHe Pudong Int Airport. Tapi waktu memang tak pernah menunggu, setelah penundaan terbang empat jam, tidak ada hal lain yang bisa kita lakukan selain... TERGESA-GESA!!! Sambil menyerobot antrian diantara Bussinessman necis berdasi, sambil sepatuku menginjak kaki wanita bule pesolek. Hal yang sama pun dilakukan Sabturi, ke-GILA-an!!! Dengan tigaperempat berlari, kami menuju Taxi Pool.

"Ju Men Lu, IXEO! Kuai Di An, LAO BAN!!!", teriakan intruksi diberikan, gas dipacu, mobil itu pun berderu menuju Ju Men Lu. Didalam taxi aku memandang dunia sekitar, melihat betapa dekatnya Airport itu dengan tepian laut, dan diseberangnya masih ada pulau lagi. Melihat betapa hijau pesisir berubah menjadi gedung-gedung pencakar langit. Melihat gemerlap dan irama yang tak pernah kurasakan di Jakarta. Rasanya... Jiwa ini bergetar! Ini Passion!!!

Rasanya, dalam 24 jam belakangan tidak ada yang lebih eksotis ketimbang melintasi sungai HuangPu dari atas jembatan. Sungai Huang yang memisahkan Pudong dan Puxi, dan bagiku ini sungai yang memisahkan masa lalu dan masa kini.


Tak lama latar berganti, kami sampai di IXEO, sejujurnya biarpun kantor di ZaonHe ini merupakan cabang untuk regional AsiaPasifik, perusahaan ini juga memiliki kantor pembantu di Singapore. Mengapa kami harus jauh-jauh kemari? Itu adalah pertanyaan yang tak perlu dijawab, karena aku sangat senang bisa ke kota ini. Luar Biasa! Bahkan jalan masuk ke gedung  kantor pun sangatlah romantis, kolam ikan dengan bunga teratai berada disamping pintu masuk. Begitu dinamis untuk kota semegah ini! Pintu kaca sejernih kristal ibarat melambangkan selamat datang bagi kami. Namun hanya tiga detik yang kami miliki untuk terkagum dengan bangunan. Menu kami, sama saja.. TERGESA-GESA!!!

Menelisik kedalam, aku tak melihat cubical ataupun pegawai perlente dengan sepatu hitam mengkilap. Aku hanya melihat orang-orang yang bermain dengan Plungger sambil tertawa cekikikan... Apa Aku sedang bermimpi?

Sabturi melihatnya juga, tapi seakan tak mau ambil pusing, langsung menuju Resepsionis Cantik berpakaian LongDress berwarna Putih kekuningan dengan rangkaian bunga peoni di kerah. Dalam bahasa yang aku terjemahkan secara bebas, kira-kira:
"Nona, kami dari Indonesia. Apa bisa bertemu Ibu Tina Chen?"
"Ow, Ibu Tina Chen sedang keluar. Mungkin ada yang lain?"
"Pak Samuel Wijaya? Samuel Huang?"
"Dia ada diruangannya. Sebentar saya hubungi beliau."

Tak lama, Resepsionis itu mempersilahkan kami menuju ruangannya. Setelah menitipkan koper kami bergegas. Ruangannya berada di areal perpustakaan yang malah tampak seperti areal bermain anak TK... Bicara soal Mr. Samuel Wijaya, dia sendiri adalah atasan kami saat di Indonesia. Ia mengambil S1 di Amerika dengan beasiswa. Aku sendiri hanya bertemu beberapa kali dengannya. Sejauh yang kutangkap dia merupakan sosok yang Kharismatik dengan aroma Humoris. Cukup gila untuk diseiramakan.

Ruangannya tidak berpintu, dan didalam tidak ada orang.. Melihat teh masih mengepul di meja. Kami bertatapan lalu memutuskan untuk duduk menunggu disana. Sambil duduk aku mengamati ruangan ini, penuh pernak-pernik yang menyegarkan dan penuh keceriaan. Tampaknya tak ada piala atau piagam yang dipamerkan diruangan ini. Dengan cat berwarna Krem dan sinar matahari yang masuk melalui kaca ruangan ini cukup hangat dibulan September ini. Berkas-berkas yang menumpuk, Meja besar dengan Blue Print tergeletak, dan Terompet.. Hah...

Sosok yang ditunggu akhirnya memasuki ruangan dengan langkahnya yang santai, senyum yang tergantung, dan mata yang menatap kami. Situasi ini mengingatkanku pada guru TK yang melihat pada anak TK... "Hei! Kalian sudah sampai, apa kalian sudah makan?" Ia tidak menunggu jawabanan, dan langsung mengajak kami makan. Sambil menuju luar kami diperkenalkan pada rekan-rekan kami disini. Dan steorotipku pada mereka semua sama.. Mereka Gila... Ah, itu tidak penting... saat ini yang paling penting adalah membunuh rasa lapar ini.


Bersambung...

1 comments:

Unknown mengatakan...

tak sabar menunggu makanan menarik apa yg ditawarkan mister huang..lanjutkan!

Posting Komentar