8 Mei 2011

Rutinitas dan Irama

Kadang-kadang saya suka bertanya-tanya sendiri

"Sebenernya lebih bagus filosofi timur atau barat sih?"

Pada akhirnya saya hanya akan senyum-senyum saja, karena sejujurnya kedua kiblat pemikiran itu saling melengkapi. Filosofi barat pada awalnya lebih mencari arti dari diri, sedangkan Filosofi timur awalnya lebih ke semesta. Yang satu berbasis Detail dan yang satu secara Keseluruhan. Namun pada akhirnya, kedua pemikiran itu saling berpadu, dan menghilangkan batasan masing-masing.
Karena gagasan tidak bisa terbatas pada satu kerangka sempit yang dinamakan kategori, setiap saat kotak kategori itu harus siap dihancurkan untuk menghasilkan kerangka berpikir baru. Terus berkembang untuk mencapai suatu pemikiran yang adidaya dan sempurna. Sejujurnya sampai saat ini kesempurnaan itu masih tampak seperti sebuah Utopia belaka.

Dibalik pemikiran filosofi barat lama yang self-sentris. Justru muncul pemikiran dari Marcus Aurelius yang berbeda dengan pemikiran mainstream di barat saat itu. Demikian kutipan dari pemikirannya.

"In the morning, when thou art sluggish at rousing thee, let this thought be present;
"I am rising to a man's work.""
-Marcus Aurelius

Ucapan Penguasa Roma pada 161-180 AD ini sejujurnya sangatlah unik, mengapa?
Dikisahkan, Aurelius mengalami kebosanan dalam rutinitas hidupnya sebagai penguasa saat itu, segalanya terasa sangat hambar dan menjemukan baginya. Kehilangan apa yang disebut hasrat hidup.
Ditengah kebingungan itu, ia bercermin pada semesta, dan ia berpikir...

"Why then am I dissatisfied if I am going to do the things for which I exist and for which I was brought into the world? Or have I been made for this, to lie in the bed-clothes and keep myself warm?"

Pada akhirnya Aurelius berkesimpulan bahwa segala berjalan sejalan dengan alam. Bila tanaman, burung-burung, semut, laba-laba, bahkan lebah memenuhi jalan hidup mereka tanpa mengeluh. Sebagai manusia yang dianggap sempurna, bukankah seharusnya manusia bisa melakukan hal seperti itu juga. Hidup dalam jalan hidupnya tanpa mengeluh.

Bukankah kita juga sama? Hidup dalam dunia tanpa arti. Dimana baik kaya atau miskin, ternama atau tidak ternama, pria atau wanita... semuanya masih dalam kurungan yang sama dinamakan kehidupan dan akan berakhir dalam kematian.

0 comments:

Posting Komentar