6 Des 2018

Potret

  
Saat kita memandang potret diri sendiri, kita merasakan diri yang lain.  Entah kita akan merasakan kita lebih cantik atau lebih jelek. Jika lebih rupawan, tentu lebih bahagia dibanding saat kita terlihat lebih gemuk, misalnya.  

Saat selesai dipotret, sebagian besar dari kita akan melihat diri kita terlebih dahulu, walau di dalamnya ada teman-teman kita.  Mungkin pada dasarnya seorang manusia, kita lebih memperhatikan kepentingan diri terlebih dahulu.  Atau mungkin, potret saluran kita untuk lebih menghargai rupa kita, di saat kita lebih memperhatikan hari-hari pekerjaan kita.

Kadangkala juga, potret membekukan perasaan kita pada saat gambar diambil.  Entah saat itu, kita sedang berkonflik dengan teman kita, ataukah saat bahagia karena dapat menghabiskan waktu bersama dengan orang terkasih. Potret merekam perasaan kita dan kita siap untuk memutarnya kembali pada saat kita membukanya kembali.

Saat potret tersebut tersimpan dan dibuka kembali, perasaan yang membeku dalam potret tersebut dapat kita cairkan kembali.  Seolah membangkitkan rasa yang tertidur, dan menumbuhkan tunas baru.  Jika terus dipelihara, tunas bertumbuh menjadi bayi tanaman yang siap menjadi kanak-kanak.

Potret menjadi piagam untuk persahabatan dan hubungan percintaan.  Bukti eratnya kasih tidak perlu mahal diwujudkan dengan cincin berlian ataupun hadiah mentereng lainnya. Karena senyatanya, tidak semua orang terkasih kita dapat meluangkan waktunya untuk berpotret. 



0 comments:

Posting Komentar