23 Jul 2011

Ingat Bungkus Lupa Isi



Berapa banyak dari kita seperti judul di atas ?  Bermewah-mewah dengan pakaian merek.  Untuk kaum hawa, dipakailah gincu di mana-mana.  Belum lagi yang palsu supaya tampak sempurna.  Rambut palsu.  Alis palsu.  Bulu mata palsu.  Banyak yang palsu justru membuat kita semakin PD (percaya diri).  Sampai-sampai, yang bagian dalam kita pun palsu.  Mungkin diantara kita ada yang punya payudara palsu, hidung palsu dan lain-lainnya.

Kita rela merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli obat dokter yang asli, bukan oplosan.  Menikah dengan wanita yang asli.  Sebenarnya kita tahu yang asli itu jauh lebih enak daripada yang palsu.  Entahlah.  Kalau soal rupa, yang palsu malah membuat rasa percaya diri meningkat.  Kita percaya diri, rambut diberikan warna bule, padahal kita orang asia.  Bulu mata mirip Barbie.  Cantik, lentik dan panjang.  Juga kita senang memelihara pesona dengan dada yang berukuran lebih dari normal.

Saya juga heran.  Akhir-akhir ini subur bertumbuh bisnis franchise.  Karena saya tukang makan, saya lebih memperhatikan franchise makanan.  Warna dan  rupanya seragam soal franchise ini.  Memiliki warung yang menarik perhatian mata.  Wana warni ceria.  Stand yang terlihat newah.  Barangnya ? Ada yang jual bakpau, roti isi di luar kebiasaan, kebab, martabak mini, dan segudang ide-ide yang campur-campur.  

Bagaimana dengan rasanya ? Aduh, saya protes!  Kebanyakan instan.  Asal jadi.  Kurang bumbu.  Hambar-hambar saja.,  Lidah saya jahat.  Saya hanya menghargai makanan yang memiliki rasa yang enak.  Di luar itu tasteless.  Lebih enak masakan sunda yang cara makan dan cara masaknya lebih ribet daripada yang instan. 
Padahal saya tertarik lho mendatangi stand-nya.  Saya tertarik dengan bentuknya.  Lucu, cerah, dan menarik.  Tak pikir panjang, saya pun membelinya.  Setelah dimakan, lidah saya mengirimkan pesan ‘tidak enak’ ke otak saya.  Saya kecewa dan tertipu oleh mata saya sendiri.

Atau bagaimana dari kita yang pernah kencan buta secara online, tertipu juga.  Kelihatannya cantik, ganteng, menggoda.  Tertariklah kita mengirim beribu SMS gombal : tanya nama, tanya alamat rumah, hobi dan segudang tanya yang mungkin menyerempet  soal puji memuji diri.  Setelah puas di dunia maya, jurus maut selanjutnya tentu mengajak bertemu.  Setelah sama-sama suka sama-sama mau, mulailah kita bersolek diri.  Hari yang dinanti tiba.  Setelah bertemu, alangkah tertipunya kita saat yang ada di depan hidung kita berbeda dengan yang nampang di foto.  Di foto lebih cantik tentunya.

Semuanya soal bungkus.  Bukan isi.  Lelah juga kadang hanya melihat bungkus.  Inginnya cepat, malah bikin hati muak.  Isinya menegecewakan.  Anehnya, setelah banyak korban bergelimpangan, penikmat bungkus masih saja banyak.  Termasuk saya.  Itulah mengapa barang-barang di mall tetap saja ludes terjual walau jumlah orang miskin bertambah.  Kelas pekerja yang seharusnya pindah kuadran pengusaha atau pemilik bisnis malah asyik tertarik menghamburkan uangnya di sana.  Termasuk saya juga begitu.

Setelah saya, siapa lagi korban-korban selanjutnya ?  Perlukah membuat kotak pengaduan orang-orang pelupa isi ?

0 comments:

Posting Komentar