19 Jan 2011

Rasa Ciuman


Hangat, lembut dan manis. Ini bukan rasa bakpau rasa kacang hijau. Ini rasa ciuman dengan orang yang kita cintai

Terbengong, kaget dan gemetar. Ini rasa ciuman dengan orang yang sudah sangat lama kita incar, bukan karena dicopet oleh preman ibukota yang kabarnya polisi kita saja kabur.




Suatu kali, saya dengan semangat pagi berolahraga dan lari-lari kecil di Monas. Alangkah terkejutnya saja, sama terkejutnya seperti mendapatkan kejutan dari kekasih saya.  Saya menemukan dua sejoli memadu kasih dengan lihai nya saling mencumbu. Saya bilang mereka lihai, karena saat saya berumur sepert mereka, saya tidak terbayangkan sama sekali.  Saya sudah berjalan berjalan, sedangkan mereka masih merangkak.  Sekarang, saya lebih tua dari mereka. Reaksi saya melihat mereka dengan perasaan jijik dan tidak terlalu nyaman.

Entahlah. Saya belum terbiasa tinggal di negeri liberal kalau begitu. Konon, di sana orang bercinta di depan umum pun tidak ada yang memperdulikan. Saya masih menjaga nilai ketimuran. Nilai Ketimuran yang mana ? Tidak tahu. Asal latah saja saya seperti para agamawan di negeri ini. Cuma sekedar perasaan risih. Itu saja sebenarnya. Entahlah.

Setelah saya dalami, saya kira sebenarnya tidak terlalu tepat jargon “menjaga nilai ketimuran”. Buktinya di dalam cerita wayang yang konon merupakan warisan budaya timur, saya menjumpai peristiwa ciuman. Bahkan diceritakan, ciuman tersebut disaksikan banyak orang.

Mau bukti ? Siapa takut!

Jembawati (anak seorang resi, pertapa) bersamadi, Narasinga mendekatinya dalam rupa Narayana, lalu mencubit dan mencolek dagu Jembawati. Jembawati tidak menghiraukan, dirasanya Narasinga mencium hendak memakan dirinya. Para abdi tersenyum memandang adegan romantis itu. Jembawati membuka mata, tidak terlihat lagi harimau Narasinga. Yang dipandang hanyalah Narayana kekasih dan jantung hatinya. Mereka pun asyik berwawan asmara.
(sumber bacaan : Narayana Krama. Marwoto Panenggak Widodo. Penyebar semangat no. 6 tahun 1983)

Ciuman dipandang sesuatu yang romantis oleh abdi (pelayan) istana. Bahkan diceritakan Jembrawati dan Narasinga asyik masyuk memadu asmara di hadapan para abdi. Memang, tidak ada satupun cerita wayang dimana ciuman membara dilakukan di depan umum seperti sekarang ini. Namun, kita tahu ciuman pada saat itu bukanlah hal yang tabu.

Kalau begitu, saya bingung di mana nilai ketimuran yang dilanggar para anak baru gede labil itu. Belum lagi, saya mendengar di Bali ada lomba ciuman sepanjang pantai telah diikuti puluhan pasangan di sana. Bukankah Bali juga memegang adat Timur ? Atau jangan-jangan apakah Bali bukan termasuk Indonesia ?

Ternyata ‘menjaga nilai ketimuran’ yang saya anut, ada salahnya.  Kacamata saya berbeda dengan kacamata mereka.

Selain membawa makna mengharu biru. Ciuman ada yang membawa petaka. Hati-hati! Kecupan Yudas Iskariot menghantarkan Yesus Kristus (atau Nabi Isa) ke tangan orang Yahudi untuk kemudian disalibkan. Kecupan itu telah menjual murah gurunya sendiri seharga 30 uang perak, yaitu harga yang sama bagi seorang budak di jaman itu. Dengan kecupan sang murid, salib menjadi akhir perjalanan Kristus di muka bumi Barangkali, itulah kecupan pengkhianatan terakhir sebelum Isa menjalani takdir-Nya.

Tragis, ciuman juga tanda lonceng kematian. Kalau begitu, untuk menghindarinya saya memakai cadar.  Saya juga akan menutup seluruh bagian tubuh yang kemungkinan terkena bibir nakal. Saya takut. Tapi, jangan menyuruh artis-artis ya untuk menirunya. Mereka senang mengumbar ciuman di tayangan infotainment



1 comments:

Ready mengatakan...

Sayang beribu sayang, saya belum pernah merasakan apa yang disebut ciuman itu. Hahaha

Posting Komentar