14 Jan 2011

NRIMO


NRIMO. Itu bahasa Jawa. Apa ya padanan katanya dalam bahasa Indonesia? Kalau tidak ada, nanti orang ribut bilang tulisan ini kurang nasionalis. Terlalu semangat kedaerahan. Kata itu ada yang bilang ilmu ikhlas, ada juga yang bilang itu "Terimalah nasib ini apa adanya."

Saya lebih condong ke arti yang panjang itu. Biasa orang kita suka yang panjang-panjang. Kalau bicara membulet (pinjam kata-kata dosen pembimbing saya dulu). Dari halte busway bendungan hilir ke semanggi saja panjang. Panjangnya ‘mati mampus’ , begitu kata anak gaul Jakarta. Tak ketinggalan, jasa mak siapa itu juga laris maknyus bikin serba panjang.

Buat tulisan ini, selain karena permintaan sponsor (kalau ada dan berminat), juga karena saya geli dengan OB (office boy) di kantor klien. Beliau sudah berumur kepala empat dan sangat amat NRIMO. Maklum, saya katanya orang kota, dia orang jawa. Juga, NRIMO. Itu yang saya salut. Bagaimana tidak salut ? Dia sudah kehilangan 3 orang anak berturut-turut. Yang satu inna illahi karena ditabrak, yang satu demam berdarah, yang satu mampet di kandungan istrinya.

Yang heran, dia bilang : “Mas, itu kan titipan, kalau diambil sama yang nitip ya tidak apa-apa. Saya sama sekali tidak terbebani”

 

Sampai di sini salut?Jangan dulu memuji. Dengar lagi curhat nya sampai tuntas.

 “Mas, duit saya dipinjam orang.”

“Memang berapa, Mas ?” Tanya saya. Enteng saja saya tanya. Gaji dia berapa sih,
Pikir saya.

“Rp 4 juta, Mas. Apalagi saya mau pulang kampung, Mau berhenti kerja.” “Wah, tagih saja Mas.” Kata saya bersemangat, siapa tahu dia murah hati.

“Saya tidak enak. Saya percayakan sama Yang Kuasa saja, Mas. Paling-paling saya bilang saya mau pulang kampung. Siapa tahu dia ingat.”

“Ini manusia Jawa apa sih ?”, tanya saya. Saya saja dipinjam uang Rp 180 ribu oleh supir kantor tadi pagi uda ngomel ke HRD. Ya itu. NRIMO. Semakin diingat semakin terkaget-kaget saya.

Sikap OB tadi itu kenapa ya sama dengan peribahasa dalam bahasa Latin : Homo proponit, sed Deus disponit (Man proposes but God disposes). Itu salah satu peribahasa favorit saya. Ternyata terwujud dengan dekat sekali. Lintas bahasa. Di Jawa, di Latin. Ada kesamaan semua. Bahasa memang sangat terbatas mengungkapkan makna. Namun, untuk makna yang sama, tidak masalah dibahasakan dalam lintas budaya.


Budaya Jawa dengan apik juga punya tembang (lagu) tentang nrimo seperti ini :

Ono tulising Hyang Widi
Yen wong sabar kan narimo
Kinodrat dowo umur e
Sugih kadang pawong mitro, kinacek ing sasomo
Yen kujur o wong iku
Gampang ngone antuk tombo

Ada tulisan dari sang pencipta
Kalau orang sabar dan pemaaf (nrimo)
Di kodratkan berumur panjang
Banyak teman, mempunyai kelebihan di bandingkan yang lain nya
(Jikalau) Diwaktu orang tersebut mendapatkan musibah
(maka) akan gampang mendapatkan jalan keluar dari permasalahan tersebut.

Lain NRIMO lain RIM.  Kisruh RIM (Research In Motion) Blackberry di Indonesia juga dekat dengan persoalan NRIMO. Menurut Misskominfo (karena apa yang disampaikannya selalu miss understanding), RIM disinyalir tidak bayar pajak dan sudah mengeruk keuntungan di Indoneisa karena tidak membuka kantor perwakilan di Indonesia. Itu NRIMO juga ? Pemerintah kita NRIMO saja ya dan rakyat kita juga bela habis-habisan RIM, itu termasuk NRIMO juga ?

Nah, jadi teringat seperti lirik beatles berikut ini :

I wake up to the sound of music
Mother mary comes to me
Speaking words of wisdom, let it be.
Let it be, let it be.
There will be an answer, let it be.
Let it be, let it be,
Whisper words of wisdom, let it be.

Lalu bedanya nrimo dengan let it be (sudahlah, biarlah) apa ya ? Apakah itu termasuk NRIMO juga ? Pasrah ? atau Malas ? Lebih condong ke sikap apatis (cuek) sepertinya pengertian itu. Setidaknya, sepemahaman saya, menurut maknanya, NRIMO bukan sikap yang pasif. Namun, tetap berusaha. Ora et labora (berdoa dan berusaha). Sama seperti Mother Teresa : aku hanyalah pena di tanganNYA. Namanya pena ya dipakai nulis, ada upaya aktif.  Memang ada pena yang gerak-gerak sendiri, kecuali kemasukan.  Walau kalau saya renungkan, Mother Teresa juga orang yang NRIMO.

Sambil ngeloyor si OB bilang lagi : “Dari dulu saya diajar komputer, tapi ya begitu-begitu saja. Tetap saja jadi OB, wong saya NRIMO saja. Habis gak niat, Mas diajar komputer.”

Nah lho, NRIMO atau malas kalau itu ? Baru saja dipuja puji. Melongo saya.

3 comments:

Ready mengatakan...

seperti baca Kompas Minggu gau! nRIMo

Anonim mengatakan...

Gau banget ini.... but try to be more focus deh... tulisan u masi agak sedikit lari2 dan agak sulit ditangkap inti yg mau disampaikan ma u gau.. (Teuing g yg oon). LOL... but i like this.. yup, samuel mulia's style.. two thumbs up.

Unknown mengatakan...

ini siapa yang anonymous?jangan sperti maling donk, curi barang gak bilang2 siapa yang bilang. ini juga org comment tapi gak tau siapa yang comment. perkenalan please..

btw, makasih ya kritiknya..tentu incipit.lex akan menyuguhkan yg lbh baik lagi..

Posting Komentar