26 Jan 2011

Tukang Bohong


Angka 9 punya arti yang berbeda dari sisi Feng Shui.  Menurut ilmu kuno dari Tiongkok itu, angka 9 atau disebut Bintang ganda, adalah angka yang menunjukkan keberuntungan masa depan. Angka ini selalu menggandakan pasangannya. Baik itu buruk atau bagus.  Bahkan, ternyata penafsir-penafsir kuno di luar Tiongkok sependapat juga bahwa mereka yang angka garis hidupnya 9 bersifat rasa kasih pada sesama dan sikap yang sangat humanis.  Ini dari sisi numerologi dunia Barat lho.  Kalau suara mayoritas setuju, kita mau apa ? Kadang terbawa sajalah, tidak ada ruginya ini.  Kalaupun kita menyebur ke sumur karena kepercayaan kita,  toh juga tidak sendirian.  

Angka 9 juga konon angka favorit Pak Beye.  Selain karena berliau lahir di tanggal 9 September 1949 (9-9-1949), angka kelahiran Partai Demokrat yang didirikannya juga di tanggal 9. Tepat dengan hari lahir Pak Beye.  Cocok sudah.  Ramalan juga tepat.  Bisa dikatakan bahwa beliau memiliki rasa kasih yang sangat tinggi.  Sekarang, masih ragu apa lagi dari makna yang tersirat di angka 9 ? 

Namun, akhir-akhir ini keraguan kita pun pupus sudah dari angka keramat 9.  Para tokoh lintas agama menyatakan bahwa Pak beye memiliki 9 kebohongan fatal dalam pemerintahannya.  Headline salah satu artikel media massa menyebutnya Tukang Bohong.  Sulit sudah.  Angka favoritnya kini malah menjeratnya. 

Menyoal kebohongan, sejarah juga sering mencatatnya.  Bukan hal baru.  Keponakan saya saya yang masih berumur 5 tahun sudah pintar ngeles.  Bohong apalagi.  Juga, sejarah kegelapan gereja, dimana Paus Leo X (1513-1521), memberikan indulgensi (surat pengampunan dosa) kepada orang-orang yang memberikan sumbangan bagi pembangunan Gereja St. Petrus.  Surga dijual dengan secarik surat indulgensi


Semua berbondong-bondong memborong tiket masuk surga.  Satu kapling minimal telah tersedia bagi yang berpunya.  Boleh, memiliki dua, tiga, empat kapling, asal sanggup.  Makin kaya, makin bisa order lebih banyak.  Surga dinilai begitu murah.  Murah karena harta benda duniawi sanggup membeli sesuatu yang surgawi.  Sesuatu yang adikodrati tersebut bahkan tidak dapat ditangkap oleh panca indera kita. 

Bandingkan dengan segepok uang yang ditaruh di meja kita, hidung kita dapat dengan mudah membaui uang ini apakah uang ‘bank’ baru atau uang yang disimpan ‘lecek’ secara sembrono oleh pemiliknya.  Surga, suatu tempat, suatu keadaan yang panca indera kita pun tidak dapat membauinya, dapat dengan bebas diperjualbelikan tanpa resep mujarab.

Yakinkah setelah nafas kita berhenti, "investasi" kita tersebut dapat kita klaim ? Tidak ada yang tahu.  Tidak ada yang pernah kembali dari surga.  Pada keadaan ini, lebih banyak kata-kata murahan dari penjual indulgensi Jika kritis, disebut berbohong.  Tapi, laku-laku saja di jaman itu.  

Ya, bohong telah menjadi alat penawar kekhawatiran hati.  Bohong juga telah menjadi obat penawar sementara.  Sah-sah saja.  Tidak ada yang menolak, bahkan dari orang-orang yang dibohongi rela-rela saja merogoh koceknya.  

Begitu pula dari muda-mudi yang sedang jatuh hati.  

“Kaulah pujaan hatiku.  Walau dunia bergoncang dan langit runtuh, hanya kau yang membuktikan cinta itu ada”.  Wah, diberikan kata-kata seperti itu, wanita mana yang tidak tersungging senang ?  Mungkin hanya wanita yang tidak suka pria yang diam membatu.  Jelas, bohong kata-kata pujian itu.  Kalau pun langit runtuh, dunia bergoncang, semua hanya akan menyelamatkan dirinya sendiri.  Tidak ada yang perduli nasib pasangannya.  Kata orang, langit runtuh berarti dunia kiamat.  Mana ada cinta lagi? Bohong semua.  Tapi, kata-kata picisan seperti itu tetap laku dijual.  Banyak template sms cinta yang setiap harinya bertebaran seperti panah-panah Cupid yang dihujamkan oleh dewa cinta.

Lantas bagaimana dengan kebohongan Pemerintah ?

Sampai-sampai para tokoh agama sebagai wakil Tuhan di bumi turun tangan memberikan reaksi.  Reaksi atas kebohongan demi kebohongan pemerintah kita, rakyat masih tenang-tenang saja.  Tidak terdengar rencana revolusi berdarah.  Asal sembako cukup, ekonomi stabil, ya apa lacur.  Pasrah saja.  Sudah disuap ini.  Lagipula, aksi turun ke jalanan juga sudah diteriakkan di jalanan.  Rakyat sudah punya wakilnya di jalanan.  Wakilnya di kantoran juga punya.

Jadi, apakah kalangan agamawan jelas lebih jujur ? Saya ragu.  Sebab, kalangan ateis justru lebih jujur dibandingkan kalangan agamawan.  Kalangan ateis, ketika mau menjawab soal-soal penting yang menyangkut alam semesta, kehidupan dan masa depan peradaban, mereka umumnya akan menjawab dengan landasan saintifik. 

Berbeda ketimbang orang beragama apapun yang ditanya hal yang sama akan berkepentingan kuat untuk membela dogma-dogma keagamaan mereka.  “Hussh..Itu dosa mempertanyakan keabsahan Kitab!”  Sudah jelas, manusia hidup sendiri di dalam galaksi maha luas ini.  Kitab menyatakannya.  Sudah jelas. “ itu katanya.  Pegangannya : Kitab!

Seperti yang saya kutip dari perkataan seorang filsuf, semakin anda terbebaskan dari dogma-dogma keagamaan, semakin anda jujur terhadap kebenaran. Semakin anda mau membela dogma-dogma keagamaan anda, semakin anda akan tak jujur pada kebenaran. Itulah kontradiksi orang beragama: beragama dimaksudkan untuk membuat orang menjadi jujur, namun dalam prakteknya agama malah menjerumuskan orang ke dalam kebohongan.

Sudahlah, jangan menunjuk orang lain bohong.  Kita semua sudah berkenalan dengan Si tukang Bohong.  Siapa ? Tanya saja siapa yang dalam hidupnya tidak pernah berbohong

0 comments:

Posting Komentar